Penggunaan minyak tanah untuk kebutuhan rumah
tangga di Indonesia mencapai 54,4% dari konsumsi nasional, sisanya dipasok dari
gas, batu bara, dan lainnya
(http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/wr304084.pdf). Jumlah penduduk yang
terus bertambah makin melambungkan konsumsi minyak tanah. Untuk
mengurangi beban subsidi minyak, pemerintah telah melakukan konversi minyak
tanah ke gas LPG yang dimulai sejak tahun 2006. Namun demikian, penggunaan gas
elpiji sebagai pengganti minyak tanah sampai saat ini belum dapat menjangkau
seluruh masyarakat, khususnya masyarakat yang daerahnya secara infrastruktur
terpencil.
Dikuranginya pasokan minyak tanah ini telah
mengakibatkan terjadinya kelangkaan minyak tanah pada tingkat harga yang
terjangkau, yang sebenarnya masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat menengah ke
bawah. Meskipun minyak tanah masih tersedia di beberapa daerah, masyarakat
terpaksa harus membelinya dengan harga tinggi. Misalnya harga eceran tertinggi
(HET) minyak tanah di Pekanbaru Rp 2400 per liter tetapi masyarakat membelinya
dengan harga Rp 4500 per liter. Bahkan di beberapa daerah masyarakat membelinya
dengan harga Rp 10000 per liter. Hal ini menjadi salah satu sebab masyarakat di
Teluk Meranti cenderung untuk kembali menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar
pengganti minyak tanah untuk keperluan memasak.
Hal Ini tentu saja membawa dampak buruk untuk
kelangsungan kelestarian hutan karena masyarakat kembali tergantung pada hutan
sebagai sumber energinya. Sebagai salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan
ketersedian bahan bakar khususnya untuk keperluan rumah tangga sehari-hari,
penggunaan bahan bakar minyak nabati yang spesifik untuk lokasi tersebut (BBN
berorientasi lokasi) dapat dijadikan salah satu solusi untuk menjawab
ketergantungan masyarakat bawah terhadap minyak tanah dan kayu bakar.
Sumber BBN ini merupakan minyak yang dapat
diperoleh dari berbagai macam sumber seperti kelapa sawit dan kelapa, maupun
minyak dari beberapa tanaman yang tidak termasuk dalam komoditas pertanian atau
perkebunan. Salah satu tanaman yang mempunyai potensi tinggi untuk dikembangkan
dan banyak tumbuh di sekitar Teluk Meranti adalah tanaman bintaro (Cerbera
manghas L) dimana tanaman ini menghasilkan buah yang potensial untuk diekstrak
minyaknya, terutama dari bagian bijinya. Minyak hasil pengempaan langsung dari
biji atau minyak kasar setelah proses dekantasi dapat digunakan untuk pengganti
minyak tanah pada kompor yang sudah dimodifikasi sebelumnya.
Tanaman bintaro banyak tumbuh secara alami di lahan rawa di Sumatra tetapi masyarakat belum memanfaatkan tanaman ini karena belum
mengetahui manfaatnya. Secara khusus kegiatan yang diusulkan ini adalah
memanfaatkan buah bintaro, terutama bagian bijinya untuk diekstrak minyaknya,
yang selanjutnya minyak tersebut dapat digunakan sebagai sumber BBN bagi
masyarakat. Sedangkan secara umum, dengan adanya kegiatan untuk
memanfaatkan buah bintaro sebagai sumber energi lokal bagi masyarakat berlokasi di sekitar rawa/lahan basah ini diharapkan masyarakat nantinya mempunyai aktivitas tambahan untuk
melakukan pengolahan minyak nabati dalam rangka memenuhi kebutuhan energinya
secara mandiri. Hal ini diharapkan berdampak terhadap pemberdayaan ekonomi
secara lokal dan peningkatan pendapatan masyarakat.
Sebagai langkah awal dari kegiatan ini, Dr. Aris
Purwanto melakukan kegiatan yang mencakup pengumpulan data teknis minyak
bintaro dan proses pengolahannya secara tepat dan disesuaikan dengan kondisi
sarana dan prasarana yang tersedia di lokasi, pengembangan disain proses
pengolahan dan modifikasi kompor minyak tekan yang tersedia di pasaran.
No comments:
Post a Comment